Minggu, 22 Juni 2014

Analisa Jurnal Sensori Integrasi

            SENSORI INTEGRASI: DASAR DAN EFEKTIVITAS TERAPI JURNAI IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), 2011

Sensori Integrasi merupakan proses mengenal, mengubah dan membedakan sensasi dari sistem sensori untuk menghasilkan suatu respon berupa “ perilaku adaptif bertujuan”.

Menurut teori Ayres, SI (Sensori Integrasi) terjadi akibat pengaruh input sensori, antara lain sensasi melihat, mendengar, taktil, vestibular, dan proprioseptif. Proses ini berawal dari dalam kandungan dan memungkinkan perkembangan respons adaptif, yang merupakan dasar berkembangnya ketrampilan yang lebih kompleks, seperti bahasa, pengendalian emosi, dan berhitung. Gangguan dalam pemrosesan sensori ini menimbulkan berbagai masalah fungsional dan perkembangan, yang dikenal sebagai disfungsi sensori integrasi.
Dasar teori sensori integrasi
1.         Dasar teori sensori integrasi adalah adanya plastisitas sistem saraf pusat, perkembangan yang bersifat progresif, teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat, respons adaptif, serta dorongan dari dalam diri.
2.         Dasar rasional intervensi sensori integrasi adalah konsep neuroplasitistas atau kemampuan sistem saraf untuk beradaptasi dengan input sensori yang lebih banyak.
3.         Pada teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat, proses sensori integrasi diyakini terjadi pada tingkat batang otak dan subkortikal. Proses yang lebih tinggi di tingkat kortikal diperlukan untuk perkembangan praksis dan produksi respons adaptif. Proses pada tingkat kortikal bergantung pada adekuat tidaknya fungsi dan organisasi pusat otak yang lebih rendah.
Gangguan pemrosesan sensori
Apabila input sensori tidak diintegrasi secara tepat, seorang anak akan menginterpretasikan dunia secara berbeda. Mispersepsi ini menimbulkan berbagai gangguan perkembangan dan perilaku.


1.         Sensory Modulation Disorder
Modulasi sensori terjadi ketika susunan saraf pusat mengatur pesan saraf yang timbul akibat rangsangan sensori. Pada SMD, anak mengalami kesulitan berespons terhadap input sensori sehingga memberikan respons perilaku yang tidak sesuai.
·      SOR(Sensory Overresponsivity) berespons terhadap sensasi dengan lebih cepat, lebih intens, atau lebih lama daripada yang sewajarnya.
·      SUR (Sensory Underresponsivity) kurang berespons atau tidak memperhatikan rangsangan sensori dari lingkungan. Menyebabkan anak menjadi apatis atau tidak memiliki dorongan untuk memulai sosialisasi dan eksplorasi.
·      SS (Sensory Seeking/Craving) anak seringkali merasa tidak puas dengan rangsangan sensori yang ada dan cenderung mencari aktivitas yang menimbulkan sensasi yang lebih intens terhadap tubuh, misalnya memakan makanan yang pedas, bersuara yang keras, menstimulasi objek tertentu, atau memutar-mutar tubuhnya

2.         Sensory-based motor disorder (SBMD)
Anak dengan SBMD memiliki gerakan postural yang buruk. Pada disfungsi ini, anak mengalami kesalahan dalam menginterpretasikan input sensori yang berasal dari sistem proprioseptif dan vestibular.
·      Dispraksia, anak mengalami gangguan dalam menerima dan melakukan perilaku baru.
·      Postural, anak mengalami kesulitan untuk menstabilkan tubuh saat bergerak maupun saat beristirahat.
3.         Sensory discrimination disorder (SDD)
Anak dengan SDD mengalami kesulitan dalam menginterpretasi kualitas rangsangan, sehingga anak tidak dapat membedakan sensasi yang serupa. Sensory discrimination disorder pada sistem penglihatan dan pendengaran dapat menyebabkan gangguan belajar atau bahasa, sedangkan SDD pada sistem taktil, proprioseptif, dan vestibular menyebabkan gangguan kemampuan motorik.
Prinsip terapi sensori integrasi
Terapi sensori integrasi menekankan stimulasi pada tiga indera utama, yaitu taktil, vestibular, dan proprioseptif. Ketiga sistem sensori ini memang tidak terlalu familiar dibandingkan indera penglihatan dan pendengaran, namun sistem sensori ini sangat penting karena membantu interpretasi dan respons anak terhadap lingkungan.
Sistem taktil
Sistem taktil merupakan sistem sensori terbesar yang dibentuk oleh reseptor di kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya, sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan. Sistem taktil terdiri dari dua komponen, yaitu protektif dan diskriminatif, yang bekerja sama dalam melakukan tugas dan fungsi sehari-hari.. Hipersensitif tehadap stimulasi taktil, yang dikenal dengan tactile defensiveness, dapat menimbulkan mispersepsi terhadap sentuhan, berupa respons menarik diri saat disentuh, menghindari kelompok orang, menolak makan makanan tertentu atau memakai baju tertentu, serta menggunakan ujung- ujung jari, untuk memegang benda tertentu. Bentuk lain disfungsi ini adalah perilaku yang mengisolasi diri atau menjadi iritabel. Bentuk hiposensitif dapat berupa reaksi kurang sensitif terhadap rangsang nyeri, suhu, atau perabaan suatu obyek.
Sistem vestibular
Sistem vestibular terletak pada telinga dalam (kanal semisirkular) dan mendeteksi gerakan serta perubahan posisi kepala. Sistem vestibular merupakan dasar tonus otot, keseimbangan, dan koordinasi bilateral. Anak yang hipersensitif terhadap stimulasi vestibular mempunyai respons fight atau flight sehingga anak takut atau lari dari orang lain. Hiposensitif cenderung mencari aktivitas tubuh yang berlebihan dan disengaja, seperti bergelinding, berputar-putar, bergantungan secara terbalik, berayun-ayun dalam waktu lama, atau bergerak terus-menerus
Sistem proprioseptif
Sistem proprioseptif terdapat pada serabut otot, tendon, dan ligamen, yang memungkinkan anak secara tidak sadar mengetahui posisi dan gerakan tubuh. Hipersensitif terhadap stimulasi proprioseptif menyebabkan anak tidak dapat menginterpretasikan umpan balik dari gerakan dan mempunyai kewaspadaan tubuh yang rendah. Hiposensitif sistem proprioseptif menyebabkan anak suka menabrak benda, menggigit, atau membentur-benturkan kepala.
Efektivitas terapi sensori integrasi

Terapi sensori integrasi banyak digunakan untuk tata laksana anak dengan gangguan perkembangan, belajar, maupun perilaku. Elemen inti terapi sensori integrasi yang terdiri dari sepuluh elemen, belum diterapkan pada sebagian besar (94%) penelitian yang menggunakan prinsip terapi sensori integrasi. Penelitian yang lebih baru dengan desain yang lebih baik memperlihatkan adanya manfaat dari terapi sensori integrasi, khususnya untuk anak dengan retardasi mental ringan, autisme, dan gangguan proses sensori.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar